Shubuh sekali, lelaki berjenggot tebal itu masih mencari Tuhan. Dikoyak-koyaknya sampah dipinggir kali, Tuhan tak muncul sesekali. Di dongakkan mukanya ke angkasa, Tuhan masih tak terasa.
‘Kau dimana?’ Sesekali bibirnya menggerutu berbisik kepada
batu. ‘Jawab aku Tuhan’. Teriaknya kencang dengan nada lancang. Mata merah
menampung gumpalan darah. Pipi mengkerut seiring air mata terlarut. ‘Kenapa kau
bungkam Tuhan?’ Apakah kau penguasa takdir yang getir. Apakah kau pembuat
cerita yang membuatku hidup terlunta. Apakah kau pengatur segala yang menuang
kisah hidup yang cela.
Ketika siang matahari bersinar riang. sesosok mayat ditemukan
di kali pertama kali. Seorang tua berjenggot putih dengan tatapan letih. Bola
mata beku serta kaki tangan kaku. Dada kurus tak terurus. Rambut gimbal beralis
tebal. Kerumunan orang berbisik tanpa mengusik, “Oh, Ia seorang gila. Setelah
sang istri kabur selepas menyuapi bubur. Anaknya yang bujang bunuh diri
telanjang. Hujan lebat tertinggal mewarnai panen tembakau yang gagal”.
Juni 2012
0 komentar:
Posting Komentar