Selasa, 17 Juli 2012

PANEN TEMBAKAU YANG GAGAL




Shubuh sekali, lelaki berjenggot tebal itu masih mencari Tuhan. Dikoyak-koyaknya sampah dipinggir kali, Tuhan tak muncul sesekali. Di dongakkan mukanya ke angkasa, Tuhan masih tak terasa. Maka Ia berjalan tertatih, seperti kuda tak terlatih. Hingga sampai di pohon rimbun, merebahkan tubuhnya yang tambun. Lelaki Tua itu menyulut sebatang rokok, saat ayam-ayam sepakat berhenti berkokok. Asap-asap mengepul, pertanyaan-pertanyaan di otak kian mengumpul.

‘Kau dimana?’ Sesekali bibirnya menggerutu berbisik kepada batu. ‘Jawab aku Tuhan’. Teriaknya kencang dengan nada lancang. Mata merah menampung gumpalan darah. Pipi mengkerut seiring air mata terlarut. ‘Kenapa kau bungkam Tuhan?’ Apakah kau penguasa takdir yang getir. Apakah kau pembuat cerita yang membuatku hidup terlunta. Apakah kau pengatur segala yang menuang kisah hidup yang cela.

Ketika siang matahari bersinar riang. sesosok mayat ditemukan di kali pertama kali. Seorang tua berjenggot putih dengan tatapan letih. Bola mata beku serta kaki tangan kaku. Dada kurus tak terurus. Rambut gimbal beralis tebal. Kerumunan orang berbisik tanpa mengusik, “Oh, Ia seorang gila. Setelah sang istri kabur selepas menyuapi bubur. Anaknya yang bujang bunuh diri telanjang. Hujan lebat tertinggal mewarnai panen tembakau yang gagal”. 

Juni 2012

0 komentar:

Posting Komentar

 
;