Selasa, 17 Juli 2012

BARISAN PUISI YANG GUGUR SATU-SATU




1/
Kita mulai jarang melafalkan sabda. Dengan kepintaran paling purba. Saat kokok ayam timur sunyi. Kau memilih berpuisi. Sedang aku, sibuk memilih kata-kata. Hingga akhirnya semua ku buang. Setelah melihat nyata tergambar. Ingin pun hambar. Garis putus tanpa titik temu. Menggores pena aku terkadang jemu

2/
Dalam satu lingkaran, otak kita melayang. Masa lalu tertawa terbayang. Menghablur, melarut, melebur. Menyesali hari ini puisi adalah sebuah baris tanpa makna. kau terlihat menitip mata yang kosong. Pada tatapmu shubuh tadi. Sebelum ribuan sesal kau pahat dalam pucuk rindu paling jahat.

3/
Tak jarang aku disini menyesali. Memaki-maki jalan diri. Sebab mimpi lama berubah nama. Wajah-wajah abstrak demikian berserak. Kejujuran dibalas pahit paling sengit. Ketulusan berganti benci yang caci. Lantas buat apa aku berpuisi. Menggetar-getarkan sejumlah diksi sakti. Melafas-lafaskan barisan mimpi tak teramini. Jika di sekeliling, sebagian besar orang mulai pintar beretorika, ratusan jiwa menjelma sebagai pesulap. Yang hitam menjadi putih dalam sekejap.

4/
Maka, di sela sadarku shubuh tadi. Lembaran-lembaran puisi itu terbakar. Menghitam menjadi abu. Berterbangan umpama debu. Bait-baitnya mulai tak beraturan. Rima-rima apik tampak munafik. Metafora semakin berpura-pura. Makna dan definisi enggan dimengerti. Aku rebah dalam sujud, menangis dan menyadari kau tak ada. Kau tak pernah ada. Selamanya takkan pernah ada.

2012

0 komentar:

Posting Komentar

 
;