Jumat, 29 April 2011 0 komentar

Sajak Rindu


Rindu


entah sejak kapan aku mulai membenci

tetesan air dari kran belakang

yang bisa membuyarkan lamunanku tentangmu


ya, aku rindu

melebihi tangisan bayi yang rindu tetek ibunya


Januari, 2011



Rindu 2


bisa saja kau berdiri di depan mataku

telanjang, dengan mata tertutup

dan kau berkata

pinggang kita sama, dada kita pun sama

lantas, apa yang engkau rindukan ?


aku rindu sebentuk hatimu

yang mungkin tak bisa lagi kutemui


Januari, 2011



Rindu 3


tiba-tiba aku senang berdiam diri dalam kamar

menanti hembusan angin dalam jendela

yang membisikkan namamu

tepat di telingaku


atau melihat asap-asap rokok

yang tersusun membentuk wajahmu


kamar ini menjadi tempat terindah

ketika rindu mulai meraja


Januari, 2011

0 komentar

Delapan Oktober di Pagi Beku

Wajahmu bisu adikku

penuh dengan tanya

aku bukan sesiapa malam ini

mungkin sebagai yang asing bagimu


coba mengurai dan mengingat

Delapan Oktober aku menemukanmu

terjatuh....

penuh sayatan luka


tapi kini sedikit aku tak memahamimu

bukan karena wajahmu berubah

atau rambutmu bertambah panjang

tapi karena hatimu telah pergi


Kamarku, Pancor

Februari 2011

0 komentar

Hujan


Setidaknya aku bahagia

melihat rintik hujan pagi ini

sambil memandang senyummu


perempuan yang begitu asing bagiku

tak ku tau nama, asal dan inginnya


sedikit kata akhirnya dia ucap

terima kasih....."


Lantas ia pergi

menemui lelaki basah kuyup

yang datang menjemputnya


Maret, 2011

0 komentar

Diiringi Bulan (Seperti Jalan Ke Joben)

salam rindu pada daun,, aku mengadu
teriakkan pada langit hitam, terus kucari
untaian kata terniang melalui angin
seperti jalan setapak kehatinya
selalu, selalu diiringi bulan

kemana kaki dan hati berpijak
genggaman tangannya menarik erat
kembali, dan kau jangan tersesat
seperti malam memberi naungan
selalu, selalu diiringi bulan

semoga bulan mengisyaratkan ke hati
sehingga ku dapat berkata
aku pergi dan tak akan kembali
mencoba melawan dan mengakhiri

Labuhan Haji, April 2011
0 komentar

JEJAK-JEJAK ITU

Sejenak di Suela


Sengaja kau biarkan genangan air menyentuh kakimu

bahkan memberikan kenyerian didalam hatimu

seiring kau bergumam tentang kekalahanmu

sakit memang, mencoba tegar dan kau terjatuh


seiring kabut tipis jatuh tepat mengenai ujung kepala

dan antara bebukitan yang pastinya tak serapuh engkau

Gerak daun dan hijau rerumputan memaksaku berhenti

hanya untuk sekedar menitip pesan pada hatimu


terbanglah...

temukan kembali dua sayapmu


Suela, 16.30 Wita




Malam Mendung


Masih saja kau berdiam

raut wajahnya belum jua nampak

namun janji sudah terucap

dan kau jangan terlambat


malam-malam bisu

lelaki dan perempuan tersedu

walau hati menarik erat

pulanglah jangan terlambat


Jangan menangis

kau datang tak sia-sia

biarkan kopi ini membakar kebekuan jiwa

dan mulailah berdikusi tentang cinta


Toya, 19.56 Wita



Di Rumah Teman


dimana dia anakku ?

seorang Ibu mulai bertanya

mengais kepala dan meraba


buka pintumu dan jangan kau bisu

sebab jarum jam masih beku

bahkan enggan untuk melaju

sementara rindu kian beradu


Penakaq, 21.15 Wita




Melewati Rumahmu


Sengaja kubutakan mataku

merebahkan segala keangkuhanku

sengaja kutulikan telingaku

mengikis semua naluri-naluriku


melewati jalan setapak kerumah mu

seperti embun, hatiku sejuk adanya

dan bibir bergumam menyebutmu

tak peduli beratus hari menahan rindu


dan kau menghilang sekian lama


Pesanggrahan Joben, 03.18 Wita




Perbatasan


Kalian beku, air ini beku

sementara aku masih kelu

kalian bernyanyi, daun ini bergoyang

dan aku masih mengenang


malaikat dengan senyum tipisnya

bunga dengan kelopak manisnya

dan hujan dengan segenap mendungnya


Sisakan untuk ku perjalanan

sebab kaki masih ingin menapak

walau raga sudah digadai berbulan lamanya

namun memikirkanmu tak ada batasnya


selalu, tak ada perbatasan


Jenggik, 03.57 Wita

29 April 2011

0 komentar

Perempuan Malam dengan Luka


Seketika, kau biarkan tubuhmu rebah
menengadah berharap embun membasuhi
segenap kepiluan yang kau rasa
beserta segala kecewa yang sedang mendera

ini adalah neraka, sambil kau menatap tangan kirimu
lantas surga seperti apa ? kau bertanya lirih
hatimu terdiam tak dapat menemu jawaban
karena surga hanyalah ibarat, angin membisikimu

air matamu menetes pelan dipipi
namun senyum dibibirmu terkuak, aku gila
aku sangat gila seperti senja yang mendung
seperti bulan yang redup dan hanya kau yang bisa
hanya kau yang mampu menerangi dan membelaiku

O, Maesa... adakah jiwa selayak engkau
membasuh, menyinari dan menghangatkanku
O, Maesa... adakah karya surga seindah engkau
datanglah dan temani kerapuhan dan pilu ini

Curhat Seorang Teman
April, 2011
Rabu, 27 April 2011 0 komentar

Sajak-Sajak di Montong Betok


Untuk Yang Sakit dan Lelah


nyanyikan sebuah lagu, walau bibirmu kelu dan matamu sayu
tentang malam dan langit mendung, tentang cinta dan pengharapan

sekali lagi aku minta, walau infus masih membalut kulit
tegarkan hati, karena hidup memang seperti ini, sulit

Gadis yang selalu menjadi inspirasi, baik hati maupun raganya
terbaring lemah dan bertarung melawan waktu, aku menunggu

sayap-sayap malaikat kian merangkulmu dan menina bobokanmu
ikuti nyanyiannya perlahan dan kau akan merasakan nyaman sentuhnya

ketika hujan dan segenap kerinduan menyelimuti gerak-gerak hatimu
yakinlah sehat itu datang bagai nyanyian burung yang selalu membelaimu

seperti daun, kau selalu memberi naungan, walau perih adanya
seperti hujan, kau selalu menyirami, walau akhirnya menggigit ujung leher

malam menunggu, bintang tergerak melantunkan do'a bagi pencipta
sembuhkan, walau dalam lelah tetap memohon sembuhkan selalu pintaku

Montong Betok, April 2011





Malam Ganjil di Hatimu


belum sempat kubaca seutas makna yang kau sirat
namun duka memang sudah nampak terlalu akrab
mengelus-ngelus dan mengupas satu irisan hati
berlabuh dan mengalir bagai air hujan di matamu
menetes dan membentuk satu kebimbangan dijiwamu, abadi

memang berat, diantara yang kau cinta dan mencintaimu
karena kemelut terbesar seorang perempuan seperti ini
aku mengingatmu sebagai sosok yang penuh akan kiasan
namun aku salah berada disaat dan waktu seperti ini
kugengggam saja sebagai pertanda ini perhatian terakhir, semoga

gerbang ini terbuka lebar seperti memberi jalan tuk segera pulang
tak baik ku berada terlalu lama dalam keresahan seperti ini
gerak hati dan tanganmu seakan berkata jangan tambah sakit ini
sorot matamu pun seakan pertanda kau tidak menghendaki ini
biarlah angin membawaku pergi dan mungkin tak kembali, rapuh

Montong Betok, April 2011




Bab Ketiga dalam Sajakku


Dia seperti malaikat, membelai dan menunggui pagimu
menyeka air mata dan menenteramkan sakitmu, selalu

jarum jam yang kupunya terbatas, meniti pada kesibukan
untuk segala mimpi-mimpiku tanpa harus mengabaikanmu
andai saja jarum jam yang kau beri bisa lebih, mungkin aku bisa
paling tidak hanya untuk sekedar menyamai apa yang ia beri untukmu

ketika fajar menghadirkan seberkas sinar
do'a itu mengalir seperti tetes hujan
basah, menerpa kekosongan
dan menikam semua kegelisahan dihatiku tentangmu
berharap duka itu terkubur dan terseret jauh
tanpa meninggalkan senyumnya
senyum seorang yang bagimu seperti malaikat
dengan dua sayap
yang terus merangkulmu
dan memberi indah pelangi dalam kelam jiwamu

"...aku tak punya sayap,," berulang kali kukatakan padamu
dengan segenap penyesalan akan jalan Tuhan yang dititip pada takdirku

selalu saja kau memberi satu senyum, entah apa maknanya
selalu saja kau memberi satu pengharapan,
yang selalu ditangkap riang oleh hatiku
mungkin hanya hatimu yang mampu berkata,
"Terima kasih sudah mencintaiku dengan caramu sendiri..."

bukankah hal terindah adalah ketika kita bisa mencintai dan dicintai
seperti mendapatkan angin surga yang meringis masuk dalam telinga
kaku, kau terdiam, dan lagi-lagi menatap ia yang bagimu malaikat
tapi mencintaimu memang suatu kewajiban bagi hatiku,
hatiku yang mungkin bodoh

"... Aku tak mau kehilangan kasih sayangmu.."
Sebuah pesan yang kau titip bersama angin senja itu
lantas tak sadarkah kau sudah menghilangkan sendiri sayang itu,
terkubur perih, menukik-nukik, mencincang
dan merampok segenap perasaan itu

" Maaf, terlalu sering membuatmu kecewa..."
memaksa hatiku untuk sekedar tersenyum
Yah, sebuah makna yang harus kufahami
dengan memutar otakku tujuh kali

memang,
Dia seperti malaikat, membelai dan menunggui pagimu
menyeka air mata dan menenteramkan sakitmu, selalu


Montong Betok, April 2011
Jumat, 08 April 2011 0 komentar

Empat Puisiku Yang Terlupakan


Jalan Pulang

Seperti biasa jalan ini berduri
Menembus segenap penjuru hati
Seperti dedaunan kerap menyapa
Dan kemudian memberikan butiran embun
Tepat mengenai ujung rambut

Aku mengenangnya sepanjang jalan
Belaian mesra serta tutur lembutnya
Cerita manis dan ciuman hangatnya
Berikut petuah dan harapan-harapannya

Aku rindu kamu Ibu
Sambut aku

Montong Gading, Februari, 2011



Seperti Katamu



Aku sempat melayang
Bimbang dalam senyum tak pasti
Mengurai semua kisah dengannya
Namun aku akan kembali
Seperti katamu

Aku pernah meninggalkan semua
Membelai malam dan bintang
Merajut mimpi bersama angin
Tapi pasti aku akan kembali
Seperti katamu

Seperti racun
Kau mengalir, mengalir, dan mengalir
Dan terhembus di setiap hela nafasku

Pancor, 2010



Kutulis Sebuah Sajak

Aku duduk dalam hening
Channel TV tak lagi menarik bagiku
Bahkan enggan untuk sekedar membaca koran pagi ini

Teh di atas meja tak jua kuminum
Beberapa panggilan di telepon genggamku terabaikan
Bahkan enggan untuk sekedar menikmati kicau burung

Hanya angan, dan tangan bergerak melalui pena
Selembar kertas kosong yang lusuh
Ku tulis sajak tentangmu, tentang harapan

Tentang kita diguyur hujan
Tentang kita merangkai mimpi
Dan tentang kita yang terbalut dosa

Selong, 2011



Malam Pertama

Kuinginkan puisimu tentangku
Memuji helai rambut dan ujung kuku ku
Menggambarkan hidungku yang sedikit mancung
Atau tentang bibirku yang menurutmu menarik

Kurindukan sajak dalam bait-baitmu
Tentang segala yang ada padaku
Bagaimana caraku berjalan, berfikir dan tertidur
Semua tergambar jelas di puisimu
Karena hanya engkau yang peduli akan ku

Entah kenapa aku rindu puisi-puisi mu
Saat malam seperti ini
Bersama lelaki yang tak ku tau hatinya
Dan tak pernah ingin hidup bersamanya

Pancor, Januari 2011
 
;