Sehangat nasi di meja makan, hatimu masih menggerutu
memaki-maki. Menggelinding gumpalan dendam yang kau tata utuh. Serupa belati
yang siap menerkam memakan ulu hati. Senyummu menggambarkan sejumlah kesal dan
rasa tak teramini. Menatapku dengan tajam yang masih diam tak bergeming.
Jamuan di meja makan kau suguhkan dengan lantang. Hujan,
badai, gemuruh adalah menu yang harus kau tuntaskan. Seraya membasuh tanganmu
siap menikam sebilah pisau yang telah lekat di namaku. Sayap-sayapku mulai
beku. Karena aku gagu dalam mencintaimu.
Piring, garpu, cangkir semua melebur. Kepingan hatiku mulai
hancur. baiklah, kau putuskan membunuhku sebelum melihat jantungku. Karena
segenggam maaf tiga hari lalu terlanjur busuk. Karena cinta terdalamku hanya
membuatmu hina. Demikian kau rasa.
Dik, aku akan berdiam. Menikmati setiap cacian. Karena
namamu terlanjur dalam mengukir di kalbu. Tikam saja tepat di dada. Karena ku
yakin kau melihat dirimu sedang bermain layang-layang disana.
2012
0 komentar:
Posting Komentar